Pariwisata Bali: Museum Kertagosa - Klungkung

Kamis, 01 November 2012

Museum Kertagosa - Klungkung

WISATA
Sebagai bekas kerajaan, wajar jika Klungkung mempunyai banyak peninggalan yang saat ini menjadi objek wisata. Salah satunya adalah Taman Gili Kerta Gosa, peninggalan budaya kraton Semarapura Klungkung. Kerta Gosa adalah suatu bangunan (bale) yang merupakan bagian dari bangunan komplek kraton Semarapura dan telah dibangun sekitar tahun 1686 oleh peletak dasar kekuasaan dan pemegang tahta pertama kerajaan Klungkung yaitu Ida I Dewa Agung Jambe.

Kerta Gosa terdiri dari dua buah bangunan (bale) yaitu Bale akerta Gosa dan Bale Kambang. Disebut Bale Kambang karena bangunan ini dikelilingi kolam yaitu Taman Gili. Keunikan Kerta Gosa dengan Bale Kambang ini adalah pada permukan plafon atau langit-langit bale ini dihiasi dengan lukisan tradisional gaya Kamasan (sebuah desa di Klungkung) atau gaya wayang yang sangat populer di kalangan masyarakat Bali. Pada awalnya, lukisan yang menghiasi langit-langit bangunan itu terbuat dari kain dan parba. Baru sejak tahun 1930 diganti dan dibuat di atas eternit lalu direstorasi sesuai dengan gambar aslinya dan masih utuh hingga sekarang. Sebagai peninggalan budaya Kraton Semarapura, Kerta Gosa dan Bale Kambang difungsikan untuk tempat mengadili perkara dan tempat upacara keagamaan terutama yadnya yaitu potong gigi (mepandes) bagai putra-putri raja.

Fungsi dari kedua bangunan terkait erat dengan fungsi pendidikan lewat lukisan-lukisan wayang yang dipaparkan pada langit-langit bangunan. Sebab, lukisan-lukisan tersebut merupakan rangkaian dari suatu cerita yang mengambil tema pokok parwa yaitu Swargarokanaparwa dan Bima Swarga yang memberi petunjuk hukuman karma phala (akibat dari baik-buruknya perbuatan yang dilakukan manusia selama hidupnya) serta penitisan kembali ke dunia karena perbuatan dan dosa-dosanya. Karenanya tak salah jika dikatakan bahwa secara psikologis, tema-tema lukisan yang menghiasi langit-langit bangunan Kerta Gosa memuat nilai-nilai pendidikan mental dan spiritual. Lukisan dibagi menjadi enam deretan yang bertingkat.

Deretan paling bawah menggambarkan tema yang berasal dari ceritera Tantri. Dereta kedua dari bawah menggambarkan tema dari cerita Bimaswarga dalam Swargarakanaparwa. Deretan selanjutnya bertemakan cerita Bagawan Kasyapa. Deretan keempat mengambil tema Palalindon yaitu ciri atau arti dan makna terjadinya gempa bumi secara mitologis. Lanjutan cerita yang diambil dari tema Bimaswarga terlukiskan pada deretan kelima yang letaknya sudah hampir pada kerucut langit-langit bangunan. Di deretan terakhir atau keenam ditempati oleh gambaran tentang kehidupan nirwana. Selain di langit-langit bangunan Kerta Gosa, lukisan wayang juga menghiasi langit-langit bangunan di sebelah barat Kerta Gosa yaitu Bale Kambang. Pada langit-langit Bale Kambang ini lukisan wayang mengambil tema yang berasal dari cerita Kakawin Ramayana dan Sutasoma.

Pengambilan tema yanga berasal dari kakawin ini memberi petunjuk bahwa fungsi bangunan Bale Kambang merupakan tempat diselenggarakannya upacara keagamaan Manusa Yadnya yaitu potong gigi putra-putri raja di Klungkung. Daya tarik dari Kerta Gosa selain lukisan tradisional gaya Kamasan di Bale Kerta Gosa dan Bale Kambang, peninggalan penting lainnya yang masih berada di sekitarnya dan tak dapat dipisahkan dari segi nilai sejarahnya adalah pemedal agung (pintu gerbang/gapura). Pemedal Agung terletak di sebelah barat Kerta Gosa yang sangat memancarkan nilai peninggalan budaya kraton. Pada Pemedal Agung ini terkandung pula nilai seni arsitektur tradisional Bali. Gapura inilah yang pernah berfungsi sebagi penopang mekanisme kekuasaan pemegang tahta (Dewa Agung) di Klungkung selama lebih dari 200 tahun (1686-1908). 


Pada peristiwa perang melawan ekspedisi militer Belanda yang dikenal sebagai peristiwa Puputan Klungkung pada tanggal 28 April 1908, pemegang tahta terakhir Dewa Agung Jambe dan pengikutnya gugur. (Rekaman peristiwa ini kini diabadikan dalam monumen Puputan Klungkung yang terletak di seberang Kerta Gosa). Setelah kekalahan tersebut bangunan inti Kraton Semarapura (jeroan) dihancurkan dan dijadikan tempat pemukiman penduduk. Puing tertinggi yang masih tersisa adalah Kerta Gosa, Bale Kambang dengan Taman Gili-nya dan Gapura Kraton yang ternyata menjadi objek yang sangat menarik baik dari sisi pariwisata maupun kebudayaan terutama kajian historisnya.

Kerta Gosa ternyata juga pernah difungsikan sebagai balai sidang pengadilan yaitu selama berlangsungnya birokrasi kolonial Belanda di Klungkung (1908-1942) dan sejak diangkatnya pejabat pribumi menjadi kepala daerah kerajaan di Klungkung (Ida I Dewa Agung Negara Klungkung) pada tahun 1929. Bahkan, bekas perlengkapan pengadilan berupa kursi dan meja kayu yang memakai ukiran dan cat prade masih ada. Benda-benda itu merupakan bukti-bukti peninggalan lembaga pengadilan adat tradisional seperti yang pernah berlaku di Klungkung dalam periode kolonial (1908-1942) dan periode pendudukan Jepang (1043-1945). Pada tahun 1930, pernah dilakukan restorasi terhadap lukisan wayang yang terdapat di Kerta Gosa dan Bale Kambang oleh para seniman lukis dari Kamasan. Restorasi lukisan terakhir dilakukan pada tahun 1960.

SEJARAH MUSEUM KERTAGOSA
Kerta Gosa merupakan salah satu objek wisata di Bali yang sarat akan nilai sejarah. Lokasi bangunan ini terletak ditengah-tengah jantung kota Klungkung, berdekatan dengan Puri Agung Klungkung yang merupakan pusat pemerintahan pada jaman kerajaan dulu.
Tidak ada bukti tertulis yang menyebutkan secara pasti kapan Kerta Gosa ini dibangun, akan tetapi dari Candra Sangkala (penulisan berdasarkan dauh waktu) yang terpahat pada pintu masuk utama bangunan ini yang berbunyi "Cakra-Yuyu-Paksi-Paksi yang bila diterjemahkan akan menjadi deretan angka "1-6-2-2" maka dapat disimpulkan bahwa Kerta Gosa ini dibangun pada tahun 1622 Caka atau sekitar tahun 1700 Masehi.

Pada awalnya Kerta Gosa merupakan bangunan yang digunakan sebagai tempat mengadakan rapat kerajaan untuk membahas tentang kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Klungkung. Sesuai dengan arti dari nama "Kerta Gosa", kerta artinya kesejahteraan atau kemakmuran dan Gosa artinya diskusi/ tempat diskusi. Akan tetapi setelah Belanda berhasil menaklukkan kerajaan Klungkung pada perang Puputan (perang sampai titik darah penghabisan) yang terjadi pada tanggal 28 April 1908 Kerta Gosa kemudian beralih fungsi menjadi tempat peradilan. Semua bentuk perkara baik perkara kerajaan ataupun perkara adat disidangkan dan diputuskan disini.

Yang menarik dari bangunan Kerta Gosa ini adalah pada langit-langitnya dipenuhi oleh lukisan yang bercerita tentang hukum Karma Phala (hukum sebab akibat). Contohnya orang yang semasa hidupnya senang menyakiti orang dengan ilmu hitam maka ketika ia meninggal digambarkan arwahnya mendapat siksaan berupa direbus dalam kawah api.

Disebelah barat bangunan Kerta Gosa terdapat sebuah Bale Kambang yaitu bangunan yang dibangun ditengah-tengah kolam besar yang disebut Taman Gili. Dan untuk lebih memperdalam pengetahuan kita tentang sejarah dan budaya kota Klungkung di areal Kerta Gosa telah dibangun sebuah Museum Budaya yang menyimpan benda-benda bersejarah peninggalan kerajaan Klungkung.
PENINGGALAN SEJARAH 
Para Menlu ASEAN yang diantar Bupati Klungkung I Wayan Candra sempat menyaksikan beberapa lukisan koleksi Museum Semarajaya, salah satu dari puluhan museum yang ada di Bali mengoleksi lukisan dan sejumlah peninggalan benda-benda prasejarah yang bernilai estetik.

Karya-karya seni yang berumur ribuan tahun itu mempunyai daya tarik tersendiri, seperti halnya berbagai jenis alat-alat yang terbuat dari bahan batu, alat tenun dan berbagai jenis alat dalam kehidupan sehari-hari pada masa lampau.

Selain itu tersimpan pula peninggalan senjata yang pernah digunakan dalam perang Puputan Klungkung tahun 1908.

Koleksi tersebut antara lain keris, tombak dan tandu raja, disamping foto raja-raja yang pernah memerintah kerajaan Bali, khususnya Klungkung.

Sebuah ruangan khusus juga tempat penyimpanan koleksi antara lain seperangkat gamelan, kain tenun, selongsong peluru, perak, kuningan serta barong, dan rangda yang dibuat ratusan tahun silam.

Kerthagosa yang kini dijadikan objek wisata menarik di kawasan Bali timur, merupakan bukti sejarah dari kerajaan Klungkung.

Objek wisata yang terletak dijantung Kota Semarapura dapat dijangkau dengan mudah menggunakan kendaraan bermotor, dengan waktu tempuh kurang dari satu jam dari kota Denpasar.

Di komplek objek wisata tersebut selain Museum Semarajaya juga terdapat Taman Gili dan sejumlah bangunan Kerthagosa.

Bangunan yang bagian langit-langitnya itu dihiasi dengan lukisan klasik gaya Kamasan.

Sebuah kolam yang tertata apik dengan ratusan jenis ikan hias berwarna-warni mengelilingi Taman Gili, sehingga mampu memberikan ketenangan dan menyamanan bagi setiap pengunjung.

Bangunan Taman Gili merupakan bagian dari satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan Puri Semarapura Klungkung, yang kini dirawat dengan baik oleh Pemerintah Kabupaten Klungkung.
PENGADILAN ADAT
Gedung Kerthagosa yang arsitekturnya terpelihara hingga sekarang, konon pada zaman kerajaan berfungsi sebagai balai pengadilan adat.

Setiap warga masyarakat yang bermasalah, baik yang melanggar ketentuan adat, norma agama dan pertikaian penyelesaiannya di tempat tersebut.

Bangunan yang terdiri beberapa ruangan, salah satu ruangan yang berukuran cukup luas itu dilengkapi enam buah kursi dan sebuah meja ukuran persegi empat yang berhiaskan ukiran prada.

Masing-masing kursi yang utuh hingga sekarang itu dihiasi dengan seni pahat yang berbeda-beda.

Dua kursi dilengkapi dengan pahatan naga, masing-masing untuk tempat duduk  pendeta Brahmana dan tempat duduk sang raja.

Dua kursi lainnya dihiasi pahatan lembu untuk juru tulis dan yang memanggil  pesakitan (terdakwa).

Sebuah kursi yang berpahat Singa untuk tempat duduk seorang petinggi Belanda, dan satu kursi berisi hiasan kerbau bagi hakim yang memutus perkara tersebut.

Sedangkan masyarakat yang diadili karena melakukan pelanggaran duduk bersila di lantai. Gedung Kerthagosa adalah tempat untuk menghukum seseorang akibat pelanggaran yang dilakukan.

Proses pengadilan terhadap seluruh warga masyarakat yang melakukan pelanggaran di bawah kekuasaan raja-raja di seluruh Bali itu dilaksanakan setiap Purnamaning Kapat atau sekitar bulan Oktober setiap tahunnya.

Selain itu gedung yang dihiasi dengan lukisan gaya kamasan itu juga dimanfaatkan oleh para raja untuk membahas berbagai hal yang berkaitan dengan keamanan, kemakmuran dan keadilan wilayah kerajaan Bali.

Menurut Candra Sengkala yang terpahat di Pemedalan Agung (pintu utama) Puri Kerthagosa,  objek wisata tersebit dibuat tahun 1622 atau tahun 1700 Masehi, saat pemerintahan Klungkung dikendalikan oleh Raja  I Dewa Agung Jambe.

Gedung Kerthagosa itu sekaligus berfungsi sebagai tempat penerimaan tamu-tamu penting kerajaan, seperti yang datang dari Belanda, Inggris, Portugal, dan China.

Kini Kerthagosa merupakan salah satu objek wisata andalan Kabupaten Klungkung, selain peningkatan budaya, juga lukisan yang menceritalan  tentang sistem peradilan pada zaman kerajaan dulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar